Powered By Blogger

Jumat, 27 November 2015

Hari Ke-13

Keputusasaan.....

Lembaran demi lembara suci telah berkata.
Apa yang akan terjadi nanti...?
Nasib telah membawaku kembali di hari ke-13.
Dan hingga kini, aku tak pernah dapat memimpin sesuatuanya dengan semestinya.
Tapi ada kebebasan utk percaya, sebelum doa terakhir dikumandangkan
Dan doa terakhir, membawaku ke sana.
Mengabulkan bahwa aku tak lagi dapat melarikan diri.
Mungkin Tuhan akan memaafkan.
Karena Dia tau, bahwa aku akan meninggalkan dunia ini sendirian.

Tolong maafkan aku...!
Jika aku kembali menjadi tak berguna.
Tolong percayalah...!
Jadi anda dapat mendengar untaian doa ini berakhir.
Bahwa tak seorang pun akan mati karena penghinaan.
Dan bukan pula untuk seseorang seperti saya.

Akhir ada di sini, dalam bait doa terakhir.
Mereka membisikan jutaan kata ditelinga ku.
Bahwa aku tidak pantas hidup dalam ketakutan.
Tapi apakah ada satu diantara kalian yang peduli...?

Bukan...!
Ini bukan untuk kalian, tapi hidupku.
Dan itu terus membiarkanku dalam kutukan di hari ke-13 berikutnya.
Hari ini, adalah kutukan yg membuat ku semakin kehilangan keyakinan dan menenggelamkan ku dalam kesepian..

Untuk seseorang seperti aku...
Apa anda rela utk mati...?
Untuk seseorang seperti aku..
Apa anda rela utk membunuh...?
Untuk seseorang seperti aku..
Apa anda rela utk mau mengerti...?
Tapi mengapa 'dia' rela mati untuk seseorang seperti anda...?

Apakah masih ada hati untuk ku di bumi..?
Apakah aku tidak boleh untuk sedikit lebih baik...?
Apa aku tak pantas di sayangi...?

...

Tuhan...

Aku tau, aku terlumuri dengan begitu banyak dosa..
Setidaknya aku dapat dan mampu menilai..
Tapi mengapa Kau biarkan kebohongan meliputi dunia ku...?
Menutupinya dengan keindahan.
Apakah Kau tak puas dengan kematian sebagian hati ku..?
Apakah Kau bangga dgn penghinaan yg mendarah daging dalam hati mereka....???

Hey...!!
Aku tidak sendiri yg di perlakukan dunia secara tidak adil.
Aku hanya satu dari beribu-ribu hati yg mati.
Aku membungkam layaknya mereka yg terbungkam kebusukan karena terlalu banyak suara dari para pembohong.
Saat dunia berikan keputus asaan, saat mereka menghina dan menganggap ku boneka, saat itu juga darah dan sel-sel tubuh ku membiru.

Yang ku lihat dari dunia hanya lah tumpukan kuburan dari kemunafikan dan kebodohan.
Dunia memberi 'trend' untuk mereka yg belum punya jati diri.
Dan aku terbentuk oleh dunia untuk melawan arusnya.
Dan hingga hari ini, aku mampu melawan dan berdiri di atas kaki ku sendiri.

Mengapa jiwa ini selalu diliputi kebencian...?
Aku bukan setan...!
Aku bukan sampah....!
Dan bukan pemuja iblis atau salah satu dari anggota badan organisasinya.
Tapi dunialah yg perlahan lahan merubah ku menjadi seperti SETAN....!

...

Aku bukan satu-satunya yang berjalan diantara hujan, terdapat banyak dari kami.
Aku bukan satu-satunya ketika segala sesuatu adalah kekalahan.
Dan pantaskah aku tidak menyerah...?
Mereka membalikan sebuah kebenaran.
Aku tertahan di sini, di dalam kuburan dan mati karena kebohongan.
Berjalan buta melalui media dunia.
Tapi tahukah anda, aku tak pernah menyesal menjadi seperti ini.

Hingga hari ini, aku masih bisa merasakan.
Bisikan-bisikan­ panas mengisi hari-hari.
Aku terhimpit kesendirian dalam sebuah dunia yang begini dingin.
Wanita adalah penyebab kesalahan dalam hal-hal yang sama.
Wanita memprovokasi sebuah kemarahan.
Dan wanita menyebabkan aku terkurung sendirian dalam dunia yang dingin.

Aku dipaksa menemukan satu sudut gelap.
Satu sudut gelap di mana itu lebih dapat membuat ku nyaman dan tenang.
Aku mencoba untuk memutarnya lagi.
Jauh dari kalian....
Jauh dari anda.....
Jauh dari batu kepalsuan yg mengeras.
Lalu memaksa ku utk memperbaiki luka-luka...

Aku ingin berhenti....!!
Keluar dari teka-teki sialan...!!
Keluar dari sebuah dunia yang dingin...!!

...

Terlalu banyak wanita di dunia ku.
Hingga aku lupa bahwa aku seorang lelaki.
Melupakan siapa aku.
Hingga aku mulai berfikir.
Membayangkan hasrat ku untuk memotong kepala mereka,
SATU PERSATU........­..!!

...

Waktu terbaik dalam hidup ku adalah di mana ketika aku bersama seseorang yang kucintai.
Dan takdir pun datang.
Menghancurkan apapun yg ku punya.
Membuat ku tak mempercayai apapun kata mereka.

Setiap hari, ku siksa batin ini dgn memaki percintaan.
Setiap hari, ku gumpalkan amarah di hati.
Setiap hari, ku matikan rasa sakit di kulit ku.
Jika sesuatu itu menyapa, selamat lah aku,
Jika tidak...
Aku pun tak tau apa yg terjadi.

...

26 tahun di hari ke-13.
Tak banyak yang bisa kudapatkan.
Sebagian bisa kugenggam, walau kemudian kembali terbawa angin.
Sebagian lagi, berlalu dengan angkuh.
Tidak bisa kupercaya, waktu cepat utk berlalu.
Dan aku masih hidup tanpa kejelasan.
Apa karena angka 13 yang mereka klaim sebagai angka sialan....?

Bait doa terakhir, dengan perjalanan yang tanpa akhir.
Rangkaian demi rangkaian sudah mulai terbakar.
Apapun, semua akan terus hidup dalam cinta dan kebencian.
Ambisi dan dendam, akan terus berotasi.
Membuat ku menjadi kuat dan percaya.
Bahwa aku hidup diciptakan utk terluka kemudian melahap itu semua mentah-mentah.

Kebahagian, bukanlah satu ketetapan.
Itulah yang saat ini kupercaya.
Tapi itu akan tetap menjadikan ku kuat.
Itulah takdir...!
Apapun takdir ku nanti, itulah kebahagianku.
Dan semoga Tuhan bersedia mengerti.

Amiin.....



'created by Mr.C'

Selasa, 24 November 2015

4 Away

Mungkin langit akan segera gelap.

Tidak...!
Bahkan dari persimpangan ini tampak langit kelam mulai mendominasi.
Sepertinya hujan memang sudah tampak akan datang.
Angin dan suara gemuruh dari alam mulai menyeruak dalam keramaian.
Sebagian tak peduli.
Sebagian mulai memaki.
Sebagian lagi mempersiapkan segala bentuk kemungkinan.
Beberapa dari kami pun tampak biasa-biasa saja.
Menyambut segalanya dengan tangan terbuka.

Ia berjalan tegak dibawah celah langit yang gelap.
Cahaya matahari masih bisa ia dapati.
Hangatnya beradu dengan menit yang terus saja berlalu.
Ia tampak menikmati.
Walau terkadang ia harus menyibakan rambut di wajahnya ketika angin mulai memburu.
Entah telah keberapa kalinya ia mengadahkan wajah ke langit mendung diatas sana.
Menyeringaikan alis matanya.
Seoalah-olah memaksanya untuk segera bergegas.
Kemana...?


Aku pun tak pernah menanyakan itu.
Entah sudah puluhan kali hatinya berharap.
Agar hujan tak turun lagi hari ini.
Ia tak berlari pun.
Berjalan tegak diatas trotoar pinggiran kota.
Melawan arus bersama puluhan orang yang hilir mudik dihadapanya.
Tak sedikit dari mereka yang mendorong jatuh tubuh tak berdaya.
Kulihat ia masih saja berjalan, walau hujan sudah turun dari kejauhan.
Mungkin hanya dalam hitungan menit, tubuh itu akan mulai basah.
Tidak pun kulihat seseorang memberikan tempat berteduh sesaat.
Atau sekedar meminjamkan payung untuk beberapa jam kemudian.

Tidak...!!
Bahkan wajah polos itu tak juga bergeming.
Kurasa, walau selebat apapun hujan yang turun hari ini.
Ia akan tetap berjalan di atas trotoar itu.

....

Aku tau...
Bahkan sangat mengerti.
Aku pun tidak sama sekali merasakan bahwa aku akan salah.
Aku tau...
Apa yang ia hadapi adalah segala tindak deskriminasi dunia terhadap dirinya.
Entahlah...
Tidak ada yang tidak mungkin.
Jika mau, mungkin Tuhan akan membalikan seluruh tanah berpijak ini menjadi debu.
Mengganti butiran hujan dengan kerikil tajam.
Bukan esok ataupun lusa.
Hari ini pun, itu bisa saja.
Atau Tuhan akan menemukan kedua hati kita yang keras utk menjadi satu.
Kita tidak pernah tau...

Hmmmm...

Jangan tanya ada apa.
Jangan pernah bertanya mengapa.
Semua punya satu sisi yang lemah.
Begitu juga saat hujan mulai membasahi sekujur tubuhnya.
Kau tau, hati kecil ini takkan pernah tega.
Aku sudah lelah terjatuh.
Terjangkiti munafiknya hiruk pikuk cerita manusia.
Kesakitan ku selalu meninggalkan bekas.
Apa yang kudapati, tak sedingin hujan.
Bahkan lebih dingin lagi.
Aku takkan kuat melihatnya kembali terjatuh.
Sebisa mungkin aku akan menyembuhkanya dari segala luka.
Aku ingin berdiri disampingnya.
Mengikuti dari belakang saat malam jahat kembali menakutinya.
Aku tak akan membiarkan ia terjatuh lagi.
Mengeringkan air yang melekat kala hujan turun.
Menyelimutinya dengan kain tebal berwarna putih.
Memberikanya satu kehangatan yang tak ia dapati ketika matahari tak kunjung kembali.
Apapun, walau sebagai gantinya surga takkan akan pernah ku pijak jika harus hidup bersamanya.
Aku tak peduli.
Aku hanya tak ingin melihatnya kembali menangis.

Yaa Tuhan...
Dunia ku saja sudah sama sekali tak adil.
Jangan pernah memberinya apa yang sudah kudapati.
Jika Engkau tak bisa, maka biarkanlah aku saja yang membahagiakanya.

....

Ia masih disana.
Dan hujan telah datang dengan derasnya.
Seorang pria datang kepadanya dengan menggenggam sebuah payung besar ditanganya.
Entah apa yang mereka utarakan.
Tapi aku bisa mngerti.
Dan aku bisa merasakan senyum mereka berdua.
Itu manis sekali....

Heey...
Aku lupa bahwa aku masih memperhatikanya di sisi persimpangan jalan.
Aku baru sadar jika air hujan sudah membasahi seluruh baju dan celanaku.

Sperti inilah.
Memperhatikannya dari balik layar yang mungkin takkan pernah ia tau.
Lebih baik semua berjalan seperti ini.
Melihatmu terenyum saja, itu sudah cukup membuat ku senang.


:::::::::::::::: c :::::::::::::::::