Powered By Blogger

Selasa, 24 November 2015

4 Away

Mungkin langit akan segera gelap.

Tidak...!
Bahkan dari persimpangan ini tampak langit kelam mulai mendominasi.
Sepertinya hujan memang sudah tampak akan datang.
Angin dan suara gemuruh dari alam mulai menyeruak dalam keramaian.
Sebagian tak peduli.
Sebagian mulai memaki.
Sebagian lagi mempersiapkan segala bentuk kemungkinan.
Beberapa dari kami pun tampak biasa-biasa saja.
Menyambut segalanya dengan tangan terbuka.

Ia berjalan tegak dibawah celah langit yang gelap.
Cahaya matahari masih bisa ia dapati.
Hangatnya beradu dengan menit yang terus saja berlalu.
Ia tampak menikmati.
Walau terkadang ia harus menyibakan rambut di wajahnya ketika angin mulai memburu.
Entah telah keberapa kalinya ia mengadahkan wajah ke langit mendung diatas sana.
Menyeringaikan alis matanya.
Seoalah-olah memaksanya untuk segera bergegas.
Kemana...?


Aku pun tak pernah menanyakan itu.
Entah sudah puluhan kali hatinya berharap.
Agar hujan tak turun lagi hari ini.
Ia tak berlari pun.
Berjalan tegak diatas trotoar pinggiran kota.
Melawan arus bersama puluhan orang yang hilir mudik dihadapanya.
Tak sedikit dari mereka yang mendorong jatuh tubuh tak berdaya.
Kulihat ia masih saja berjalan, walau hujan sudah turun dari kejauhan.
Mungkin hanya dalam hitungan menit, tubuh itu akan mulai basah.
Tidak pun kulihat seseorang memberikan tempat berteduh sesaat.
Atau sekedar meminjamkan payung untuk beberapa jam kemudian.

Tidak...!!
Bahkan wajah polos itu tak juga bergeming.
Kurasa, walau selebat apapun hujan yang turun hari ini.
Ia akan tetap berjalan di atas trotoar itu.

....

Aku tau...
Bahkan sangat mengerti.
Aku pun tidak sama sekali merasakan bahwa aku akan salah.
Aku tau...
Apa yang ia hadapi adalah segala tindak deskriminasi dunia terhadap dirinya.
Entahlah...
Tidak ada yang tidak mungkin.
Jika mau, mungkin Tuhan akan membalikan seluruh tanah berpijak ini menjadi debu.
Mengganti butiran hujan dengan kerikil tajam.
Bukan esok ataupun lusa.
Hari ini pun, itu bisa saja.
Atau Tuhan akan menemukan kedua hati kita yang keras utk menjadi satu.
Kita tidak pernah tau...

Hmmmm...

Jangan tanya ada apa.
Jangan pernah bertanya mengapa.
Semua punya satu sisi yang lemah.
Begitu juga saat hujan mulai membasahi sekujur tubuhnya.
Kau tau, hati kecil ini takkan pernah tega.
Aku sudah lelah terjatuh.
Terjangkiti munafiknya hiruk pikuk cerita manusia.
Kesakitan ku selalu meninggalkan bekas.
Apa yang kudapati, tak sedingin hujan.
Bahkan lebih dingin lagi.
Aku takkan kuat melihatnya kembali terjatuh.
Sebisa mungkin aku akan menyembuhkanya dari segala luka.
Aku ingin berdiri disampingnya.
Mengikuti dari belakang saat malam jahat kembali menakutinya.
Aku tak akan membiarkan ia terjatuh lagi.
Mengeringkan air yang melekat kala hujan turun.
Menyelimutinya dengan kain tebal berwarna putih.
Memberikanya satu kehangatan yang tak ia dapati ketika matahari tak kunjung kembali.
Apapun, walau sebagai gantinya surga takkan akan pernah ku pijak jika harus hidup bersamanya.
Aku tak peduli.
Aku hanya tak ingin melihatnya kembali menangis.

Yaa Tuhan...
Dunia ku saja sudah sama sekali tak adil.
Jangan pernah memberinya apa yang sudah kudapati.
Jika Engkau tak bisa, maka biarkanlah aku saja yang membahagiakanya.

....

Ia masih disana.
Dan hujan telah datang dengan derasnya.
Seorang pria datang kepadanya dengan menggenggam sebuah payung besar ditanganya.
Entah apa yang mereka utarakan.
Tapi aku bisa mngerti.
Dan aku bisa merasakan senyum mereka berdua.
Itu manis sekali....

Heey...
Aku lupa bahwa aku masih memperhatikanya di sisi persimpangan jalan.
Aku baru sadar jika air hujan sudah membasahi seluruh baju dan celanaku.

Sperti inilah.
Memperhatikannya dari balik layar yang mungkin takkan pernah ia tau.
Lebih baik semua berjalan seperti ini.
Melihatmu terenyum saja, itu sudah cukup membuat ku senang.


:::::::::::::::: c :::::::::::::::::


Tidak ada komentar:

Posting Komentar